Jakarta
Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) mengajukan permintaan resmi kepada Dewan Pers untuk meninjau ulang keputusan yang dikeluarkan terkait sengketa pemberitaan antara Media CMN dan pelapor berinisial DS alias AY. Sengketa bermula dari artikel berjudul “Seakan Menjajah, Investor Ini Masuk Kabupaten Jembrana Diduga Caplok Sempadan Sungai” yang dimuat pada 11 April 2024 di Media CMN, mengangkat dugaan pelanggaran tata ruang dalam pembangunan SPBU di sempadan Sungai Ijogading, Kabupaten Jembrana, Bali.
Pemberitaan tersebut memicu respons dari pihak pelapor yang melalui kuasa hukumnya, Bambang Suarso, SH (Kantor Great Lawyer), melayangkan dua kali somasi kepada redaksi Media CMN. Pihak media melalui Divisi Hukum PT Citra Nusantara Nirmedia menanggapi somasi itu secara kooperatif. Namun, pelapor tetap mengajukan laporan ke Polres Jembrana dan juga ke Dewan Pers.
Proses klarifikasi kemudian digelar Dewan Pers pada 29 Mei 2024 di Truntum Kuta Hotel, Bali. Pelapor mengaku terganggu oleh komunikasi di luar konteks jurnalistik yang dilakukan oleh pihak media, dan menyebut berita dimuat tiga hari setelah pemblokiran akun WhatsApp wartawan. Pada 5 Juli 2024, Dewan Pers menerbitkan surat resmi nomor 592/DP/K/VI/2024, menyatakan bahwa perkara tersebut tidak bisa diselesaikan dengan mekanisme UU Pers karena dianggap tidak menyangkut kepentingan umum.
Namun demikian, hasil investigasi internal DPP AWDI menyimpulkan sebaliknya. Laporan tersebut ditemukan berasal dari keluhan masyarakat yang mempersoalkan pembangunan SPBU di wilayah sempadan sungai. Media CMN disebut telah melakukan proses konfirmasi kepada berbagai pihak, termasuk Dinas PUPR, BPKAD, dan instansi pemerintah Kabupaten Jembrana, sebelum menerbitkan berita.
Setelah berita tayang, aksi unjuk rasa warga Kelurahan Pendem berlangsung di lokasi SPBU. Isu ini bahkan dibahas dalam forum mediasi DPRD Kabupaten Jembrana. Fakta-fakta ini, menurut AWDI, memperkuat bahwa pemberitaan menyangkut kepentingan publik.
Ketua Umum DPP AWDI, Budi Wahyudin Syamsu, menyatakan bahwa I Putu Suardana telah menjalankan tugas jurnalistik secara profesional sesuai Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers. Ia menegaskan bahwa tidak terdapat unsur pemerasan maupun pencemaran nama baik dalam pemberitaan tersebut.
“Kami melihat bahwa saudara I Putu Suardana telah menjalankan tugas jurnalistiknya dengan benar dan profesional. Karya jurnalistiknya memuat kepentingan publik dan telah melalui proses konfirmasi yang memadai,” ujarnya pada Senin (28/7/2025).
Dalam surat resmi nomor 140/INV./DPP/AWDI/BL/VII/2024 yang dikirimkan kepada Dewan Pers, AWDI meminta agar proses hukum ditangguhkan hingga ada kejelasan mekanisme penyelesaian melalui Dewan Pers. Surat itu juga ditembuskan ke Kabid Humas Mabes Polri, Bupati dan Ketua DPRD Jembrana, Kapolres Jembrana, Kejaksaan Negeri, serta Pengadilan Negeri Jembrana.
AWDI juga mengingatkan bahwa Pasal 4 ayat (2) dan (3), serta Pasal 8 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan perlindungan hukum terhadap wartawan dan produk jurnalistik yang sah. Produk jurnalistik yang sesuai prosedur juga dikecualikan dari jeratan hukum pidana, termasuk Undang-Undang ITE.
“Jika wartawan yang menjalankan fungsi kontrol sosial justru dikriminalisasi, maka hal itu mencederai kebebasan pers di Indonesia,” pungkas Budi Wahyudin.
AWDI menilai, kasus ini menjadi preseden penting bagi masa depan kebebasan pers. Mereka menegaskan bahwa penyelesaian konflik pemberitaan seharusnya tetap berada dalam ranah mekanisme pers, bukan pidana umum.
(AL.M 101)
194 total views, 3 views today