Solok, MonitorS.id
Masih ingatkah kita, masyarakat Kabupaten Solok, Saat Jon Firman Pandu hanya bertahan tiga bulan sebagai Wakil Bupati di era Epyardi Asda?
Setelah itu, ia dibekukan, dipinggirkan, dan di nonjob kan tanpa wewenang sedikit pun. Tapi waktu berputar. Pilkada serentak 2024 membalikkan segalanya, Rakyat Badarai memilih dengan cerdas Dan Kapal Gulo pun tenggelam, JFP–Candra menang telak.
Ironisnya, sebagian oknum ASN, pejabat, bahkan THL yang dulu lantang mendukung Kapiten Yang dulu meremehkan Jon Pandu, Menyebutnya tak bermodal, hanya bisa ngonten, tak punya kapasitas Kini, mereka berbaris di depan pintu kekuasaan. Ada yang siang malam membuntuti sang Bupati. Ada pula yang tak malu-malu menjadi pelayan pribadi kekuasaan, mengakomodir segala kebutuhan, seakan jabatan adalah harga mati,
Lantas kita bertanya: Begitu nikmatkah sebuah jabatan hingga harga diri rela digadaikan? Apakah memang lebih baik menjilat daripada jujur?
Apakah para pejabat ini terlalu siap menang, tapi tak pernah siap kalah? Atau memang, jabatan hanyalah soal bertahan bukan soal mengabdi?
Kini, hampir enam bulan sudah JFP–Candra dilantik. 20 Agustus mendekat, dan publik mulai bertanya-tanya, Apakah Bupati Jon Pandu akan tetap memelihara wajah-wajah lama yang hanya pintar menjilat, tapi tak pernah membangun moral?
Apakah Kabupaten Solok akan kembali dikelola oleh orang-orang yang haus anggaran untuk menumpuk kekayaan dan bekal tua nanti, bukan haus pengabdian?
Kabupaten Solok butuh pejabat berintegritas, bukan pelayan kekuasaan. Butuh ASN yang bekerja dengan nurani, bukan demi rekening pribadi.
Leadership sejati bukan dinilai dari seberapa banyak yang tunduk, tetapi dari seberapa berani menyaring, dan menolak mereka yang hanya menumpang di gelombang kemenangan.
Rakyat Badarai sudah memilih dengan harga diri. Kini saatnya kepemimpinan JFP–Candra menjawab:
Apakah mereka akan tetap berdiri bersama rakyat, atau justru dikepung oleh penjilat-penjilat kekuasaan yang dulu ikut menenggelamkan mereka?
(TIM *RED)
801 total views, 1 views today